Hatusaka, Bukan di Jepang, Ini Adalah Gua Terdalam di Indonesia

Juka kita mendengar suatu tempat bernama Hatusaka, kita akan mengira tempat tersebut terdapat di negara Jepang. Tetapi ternyata itu tidaklah benar. Karena Hatusaka terdapat di Indonesia. Pertanyaannya, tempat apakah itu? dan kenapa bisa dinamakan seperti nama dari negara Jepang? Hatusaka adalah nama sebuah gua. Gua Hatusaka dikenal sebagai gua vertikal terdalam di Indonesia. Kedalamannya diperkirakan mencapai -424 m dari bibir lubang masuk  gua.

Gua Hatusaka berada di Taman Nasional Manusela, di Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Mungkin banyak yang belum tahu termasuk saya, jika Maluku memiliki gua terdalam di Indonesia. Seperti disebutkan bahwa gua ini terletak di Taman Nasional Manusela yang merupakan kawasan konservasi yang meliputi 75 persen Kabupaten Maluku Tengah. Taman nasional ini meliputi, Gunung Binaya setinggi 3.027 mdpl, hutan sampai Gua Hatusaka. Nama Hatusaka diberikan oleh masyarakat adat Negeri Saleman. Hatu artinya batau atau gunung, sedangkan saka artinya tiang atau bisa diartikan pusaka. Sehingga Hatusaka berarti gunung pusaka. Bentuk dari Hatusaka adalah gua vertikal. Sehingga tidak hanya dalam, gua ini juga sangat tinggi. Menurut catatan sejarah, Hatusaka pertama kali di dipetakan oleh tim ekspedisi gua gabungan dari Amerika, Inggris, Prancis, dan Australia tahun 1996.
Gua Vertikal Hatusaka

Dari menlhk.go.id, Goa yang berada di Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku ini, dijelajahi dan dipetakan pertama kali oleh tim ekspedisi goa gabungan dari Amerika, Inggris, Perancis dan Australia pada tahun 1996, namun upaya pertama mencapai dasar goa gagal saat itu. Tim gabungan tersebut baru berhasil mencapai dasar goa pada upaya kedua tahun 1998.  Berikutnya pada tahun 2011, ASC melakukan percobaan pertama menggapai dasar Goa Hatusaka melalui kegiatan Ekspedisi Speleologi Seram. Upaya penelusuran ini terhenti di kedalaman -190 meter karena air sungai yang membanjiri lorong goa.

Tim ekpedisi goa dari Italia pada tahun 2016 berhasil mencatatkan diri sebagai tim kedua yang mencapai dasar Goa Hatusaka.  Tim yang dipimpin oleh Andrea Benassi ini juga berhasil memetakan satu segmen lorong di Goa Hatusaka. Termotivasi oleh keberhasilan tim penelusur Italia, tahun 2017 Mapala UI melakukan upaya mencapai dasar Goa Hatusaka, namun gagal di kedalaman -220 karena banjir memasuki lorong goa.
Fakta bahwa ekspedisi sebelumnya belum banyak mengungkap data dan informasi mengenai karateristik lain dari Gua Hatusaka, menggerakkan Balai Taman Nasional (BTN) Manusela untuk melakukan ekspedisi guna mengungkap potensi gua secara lebih lengkap.  Selain itu, misi terpenting dari ekspedisi ini adalah menjejakkan orang Indonesia pertama di dasar gua terdalam di negeri ini.  Guna mewujudkan misi dan cita-cita tersebut, BTN Manusela menggandeng  Acintyacunyata Speleological Club (ASC), perkumpulan penjelajah gua ternama di negeri ini.

Dasar Goa Hatusaka memiliki luas ruangan 90 meter x 62 meter dengan tinggi atap 180 meter. “Berdiri di dasar Goa Hatusaka seperti berdiri di dalam stadion sepakbola dalam keadaan gelap gulita”, kata Ahmad Sya’roni.   “Cahaya senter saya memiliki intensitas 4000 lumens tidak bisa tembus dari sisi dinding satu ke dinding lain”, terang Rodhial Falah. Sebagai pembanding intensitas cahaya lampu mobil rata-rata adalah 3000 lumens.  Kondisi dasar Goa Hatusaka relatif datar, dengan endapan kerikil dan pasir hampir sepertiga luas ruangannya, selebihnya berupa endapan lempung yang mengindikasikan air yang masuk ke dalam goa sempat menggenang sebelum meresap ke dalam tanah.

Uniknya, meskipun di atas goa merupakan hutan lebat namun tidak dijumpai batang-batang pohon besar di dasar goa, hanya serpih-serpih kayu berukuran kecil.  Tim menduga batang-batang kayu yang terbawa banjir hancur berkeping-keping menjadi serpihan kecil karena dalamnya dasar goa dan gerak turbulen air yang dahsyat di dasar goa. “Dasar hatusaka seperti blender raksasa, apapun yang terbawa masuk ke dasar goa, akan hancur berkeping-keping digilas pusaran air”, terang Rodhial Falah. Di dasar goa, tim menemukan sekelompok cacing tanah dan beberapa jenis serangga. Di beberapa spot tim juga menemukan beberapa tumbuhan berdaun hijau setinggi 15 cm, kemungkinan pada saat-saat tertentu cahaya matahari bisa mencapai dasar goa.


*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post