Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan

Pada pembelajaran sebelumnya telah dibahas tentang Latar Belakang Sumpah Pemuda. Disebutkan bahwa kaum muda terpelajar belum puas dengan perkembangan organisasi pergerakan yang belum bersatu. Kesadaran kebangsaan sudah tumbuh, tetapi masih terbatas pada anggota masing-masing organisasi. Dengan belajar dari perjuangan PI pemuda semakin bersemangat untuk mewujudkan persatuan di antara organisasi-organisasi pergerakan yang ada.

Asas perjuangan PI tidak hanya menginspirasi para muda terpelajar, tetapi juga tokoh-tokoh organisasi pada umumnya. Sebagai contoh Ir. Sukarno. Ia belum juga puas dengan keadaan dan perkembangan organisasi-organisasi yang ada, termasuk PNI sebagai organisasi yang ia pimpin. Perkembangan PNI memang sangat pesat tetapi belum mampu membangun jaringan dan kerja sama dengan organisasi-organisasi yang lain. Oleh karena itu, Ir.Sukarno ingin membentuk wadah yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi. Sukarno pernah membentuk Konsentrasi Radikal pada tahun 1922. Konsentrasi Radikal dimaksudkan merupakan wadah penyatuan para nasionalis dan partai-partai yang diwakilinya. Gagasan tentang persatuan dan kerja sama antarorganisasi itu sudah lama didengungkan oleh PI. Bahkan “persatuan” menjadi salah satu asas perjuangan PI. Tahun 1926 Moh. Hatta dengan tegas menyatakan perlunya diciptakan “blok nasional” yang terdiri atas partai-partai politik (organisasi-organisasi pergerakan), baik yang berbasis komunis maupun yang nasionalis, (baik yang agamis maupun yang sekuler), guna menghadapi penjajahan pemerintah Hindia Belanda. Namun sayangnya pada tahun 1926 dan awal tahun 1927 PKI dengan ambisinya melakukan gerakan sendiri melawan kekuasaan Belanda dan akhirnya dapat dihancurkan oleh Belanda.

Dengan peristiwa itu, maka tokoh-tokoh pergerakan nasionalis semakin bersemangat untuk membentuk kekuatan bersama. Apalagi kondisi politik saat itu yang diwarnai dengan sikap keras dan kejam pemerintah kolonial terhadap organisasi-organisasi pergerakan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kerja sama antara berbagai organisasi pergerakan yang ada. Kebetulan juga pada tahun 1927 telah terbit beberapa surat kabar yang memuat tulisan tentang perlunya mengatasi berbagai perbedaan untuk membangun kerja sama yang lebih kokoh.

Dalam rangka merealisasikan gagasan tentang persatuan itu, Ir. Sukarno ingin membentuk wadah persatuan dengan memadukan aliran nasionalisme, Islam dan marxisme, sehingga merupakan kekuatan moral dan nasionalisme yang kokoh. Ir. Sukarno mendesak para pemimpin organisasi untuk membentuk sebuah federasi antarpartai dan organisasi yang sekaligus merupakan “front sawo matang” untuk menghadapi praktik diskriminasi kelompok kulit putih yang merasa superior. Federasi dalam hal ini harus mencerminkan situasi sosial dan politik di Indonesia dengan berbagai orientasi dan aliran yang beragam. Mengingat realitas ini maka federasi dibuat longgar dan tidak lebur. Ir. Sukarno segera menemui beberapa pimpinan organisasi untuk membahas ide persatuan melalui sebuah federasi. Sukarno juga bertemu dengan Dr. Sukiman sebagai pimpinan Partai Sarikat Islam (PSI) sebagai organisasi atau partai yang cukup besar di Indonesia. Serangkaian pertemuan dan diskusi dilakukan untuk membahas tentang pembentukan federasi antarpartai dan organisasi di Indonesia. Ada pemikiran bahwa organisasi baru hasil federasi itu akan diberi nama “Persatuan Rakyat Indonesia” (Sardiman AM, 1996).

Untuk membahas secara resmi tentang ide federasi tersebut maka pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan rapat di Bandung. Hadir dalam rapat itu antara lain perwakilan dari BU, PNI, PSI, PPKI, beberapa organisasi pemuda seperti Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Pasundan, Kelompok Studi Indonesia. Mereka sepakat mendirikan sebuah federasi yang diberi nama “Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia” (PPPKI). Kemudian sebelum terbentuk kepengurusan federasi yang tetap, terlebih dulu dibentuk semacam panitia yang diketuai oleh Sabirin. Akhirnya terbentuk kepengurusan tetap PPPKI, sebagai berikut.
Dewan Penasihat : Ir. Sukarno dan Dr. Sukiman
Ketua : Iskaq Cokroadisuryo
Sekretaris merangkap Bendahara : Dr. Samsi

Adapun tujuan dari PPPKI adalah sebagai berikut:
  1. 1) Mencegah perselisihan antarpartai dan organisasi
  2. 2) Menyatukan arah dan cara beraksi dalam perjuangan ke kemerdekaan Indonesia.
  3. 3) Mengembangkan persatuan kebangsaan Indonesia dengan berbagai lambangnya, seperti Sang Merah Putih, lagu Indonesia Raya dan Bahasa Indonesia.
Cita-Cita Persatuan
Munculnya elite baru di kalangan kaum muda terpelajar, telah melahirkan pemahaman baru, yakni tentang kebangsaan. Kalangan elite baru itu lebih cenderung memilih pekerjaan sebagai guru, penerjemah, dokter, pengacara, dan wartawan agar dapat memberikan perlindungan dan advokasi kepada rakyat.

Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kedaerahan. Seperti telah disinggung di depan bahwa pada tahun 1915 telah lahir organisasi pemuda yang pertama, Trikoro Darmo. Trikoro Darmo ini diharapkan menjadi wadah pembinaan generasi muda untuk penjadi pemimpin nasional yang memiliki rasa cinta tanah air.

Organisasi Trikoro Darmo dirasakan para anggotanya cenderung Jawa sentris, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Oleh karena itu, dalam kongresnya di Solo pada 12 Juli 1918, nama Trikoro Darmo diganti menjadi Jong Java, yang berarti Jawa Muda. Harapannya masyarakat dan komunitas Sunda di Jawa Barat dan juga Kaum Betawi bisa bergabung dengan Jong Java.

Pada dasarnya Jong Java ini bukan organisasi politik dan anggotanya tidak berpolitik. Organisasi ini lebih menaruh perhatian pada pendidikan dan pelatihan. Namun dalam perkembangannya atas usul Samsurijal pada kongers Jong Java tahun 1924, bahwa anggota Jong Java itu dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama anggota yang berusia di bawah 18 tahun tidak boleh berpolitik dan kelompok kedua anggota yang berusia 18 tahun ke atas diizinkan untuk ikut dalam gerakan politik.
Foto salah satu situasi Kongres Jong Java
Berkembangnya organisasi Jong Java ini telah mendorong munculnya organisasi pemuda di berbagai daerah. Misalnya pada tanggal 9 Desember 1917 berdiri organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond. Organisasi ini didirikan oleh para pelajar dan pemuda Sumatera yang ada di Jakarta. Tokohnya antara lain Moh. Hatta, Muh. Yamin. Tujuannya untuk mempererat tali persaudaraan dan persatuan antarpelajar dari Sumatera.

Pada tahun 1918 berdiri organisasi pemuda yang bernama Jong Minahasa. Menyusul berikutnya berdiri Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon, Jong Borneo (Kalimantan). Kemudian Sekar Rukun, organisasi pemuda dari tanah Sunda yang didirikan oleh para pelajar Sekolah Guru. Organisasi-organisasi ini berorientasi pada kedaerahan atas dasar prinsip persatuan. Tujuan dikembangkannya organisasi-oraganisasi itu untuk mempersatukan para pemuda dan pelajar yang merupakan keturunan dari orang tua yang berasal dari daerah-daerah yang bersangkutan (misalnya anggota Jong Celebes para pemuda/pelajar keturunan orang tua dari Sulawesi, Jong Ambon, para pemuda keturunan orang tua dari Ambon, dan begitu seterusnya).

Selain berkembang organisasi pemuda dari berbagai daerah juga muncul organisasi pemuda dari kelompok agama. Sebagai contoh dari penganut agama Islam muncul organisasi Jong Islamieten Bond (JIB). Organisasi ini atas ide Agus Salim setelah usulnya untuk memasukkan unsur Islam di dalam Jong Java, tidak diterima. Oleh karena dibentuk Jong Islamieten Bond untuk mewadahi para pemuda yang berasal dari kalangan Islam. Sebagai ketua JIB dipercayakan kepada Samsurijal dan Agus Salim sebagai penasihat. Sekalipun berbasis Islam, JIB memperjuangkan persatuan nasional.

Perkembangan organisasi-organisasi pemuda tersebut semakin meramaikan suasana pergerakan kebangsaan di Indonesia, apalagi setelah beberapa organisasi pemuda mulai bersentuhan dengan gerakan politik. Sebagai contoh pada lustrum pertama Jong Sumatranen Bond pada tahun 1923. Dalam lustrum itu Muh. Yamin menyampaikan pidato yang bertajuk; De Maleische Taal in het verleden, heden en ini de toekomst (Bahasa Melayu di Masa Lampau, Sekarang dan Masa Datang). Muh. Yamin melontarkan gagasan pentingnya sebuah majalah kebudayaan yang diberi nama Malaya (nama ini dalam rangka mengambil hati penduduk Malaya yang masih berada di bawah penjajahan Inggris). Gagasan ini dapat dimaknai bahwa perlunya bangsa Indonesia memiliki bahasa pengantar yang bersumber dari budaya sendiri (Restu Gunawan, “Pemuda dan Perempuan dalam Dinamika Nasionalisme Indonesia, dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Begitu juga Jong Java setelah tahun 1924 nuansa politik semakin jelas. Sementara itu JIB sudah sangat kental dengan gerakan politik. Dengan demikian, telah terjadi perubahan pesat dan radikal di lingkungan organisasi pemuda. Organisasi pemuda saat itu semakin meluas untuk mencapai cita-cita persatuan Indonesia.

Pada tanggal 15 November 1925 dilaksanakan pertemuan organisasi-organisasi pemuda. Hadir dalam pertemuan itu antara lain perwakilan dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Celebes, Pelajar-pelajar Minahasa, Sekar Rukun. Dalam pertemuan ini antara lain dibahas tentang rencana kongres pemuda. Kemudian setelah pertemuan ini juga dibentuk sebuah komite dipimpin oleh Tabrani. Komite ini diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan kongres pemuda.

Setelah dilakukan berbagai persiapan maka pada 30 April – 2 Mei 1926, diadakannya rapat besar pemuda di Jakarta, yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama. Kongres itu diketuai oleh M. Tabrani. Tujuan kongres itu adalah untuk mencapai perkumpulan pemuda yang tunggal, yaitu membentuk suatu badan sentral. Keberadaan badan sentral ini dimaksudkan untuk memantapkan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan.
Foto salah satu situasi Kongres Pemuda I
Gagasan-gagasan persatuan dibicarakan dan juga dipaparkan oleh para tokoh dalam kongres itu. Sumarto misalnya, tampil sebagai pembicara dengan topik “Gagasan Persatuan Indonesia”. Bahder Djohan tampil dengan topik “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”. Nona Adam yang menyampaikan gagasannya tentang “Kedudukan Kaum Wanita”. Djaksodipoero berbicara tentang “Rapak Lumuh”. Paul Pinontoan berbicara tentang “Tugas Agama di dalam Pergerakan Nasional”. Muhammad Yamin berbicara tentang “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang”.

Gagasan yang disampaikan oleh Yamin dalam kongres itu merupakan pengulangan dari pidatonya yang disampaikan dalam Lustrum I Jong Sumatranen Bond. Saat itu pidato Yamin mendapat komentar dari Prof. Dr. Hooykes, bahwa kelak Muh. Yamin menjadi pelopor bagi usaha penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan pergaulan di Indonesia. Dengan demikian, penggunaan bahasa Belanda dapat semakin terdesak.

Dalam Kongres Pemuda I telah muncul kesadaran dan kesepahaman tentang perlunya bahasa kesatuan. Pada saat kongres ini telah diusulkan untuk memutuskan bahasa kesatuan yang pilihannya antara bahasa Jawa atau Bahasa Melayu. Setelah dipilih satu di antara dua bahasa itu akhirnya dipilih Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang disebut dengan Bahasa Indonesia. Jadi pada akhir Kongres Pemuda I itu sudah disepakati dan diputuskan bahwa bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia. Hanya pada waktu M. Tabrani mengusulkan dan kemudian memutuskan agar Ikrar Pemuda yang mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dibicarakan lagi pada Kongres Pemuda berikutnya. Inilah hasil penting dari Kongres Pemuda I.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kongres Pemuda I telah melahirkan keputusan yang mendasar yakni mengakui dan menerima tentang cita-cita persatuan Indonesia dan bahasa Indonesia disepakati sebagai perekatnya. Perlu diketahui bahwa usul mengenai bahasa Indonesia itu sebenanrnya datang dari M. Tabrani. Semula Muh. Yamin agak keberatan, namun setelah berdiskusi dengan Sanusi Pane dan dan Adinegoro, disepakati yang diusulkan sebagai bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia yang intinya berasal dari bahasa Melayu yang akan diperkaya oleh bahasa-bahasa lainnya.

Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.
Perangkat lunak untuk membangun dan memperkokoh persatuan sudah disepakati, yakni bahasa. Namun, dalam rangka melawan penjajahan harus juga diwujudkan secara kongkret. Organisasi atau partai yang berjalan sendiri-sendiri tentu tidak efektif. Begitu juga organisasi pemuda yang terpisah-pisah tidak akan bisa melawan penjajahan. Oleh karena itu, setelah Kongres Pemuda I berakhir, berkembang usulan agar dilakukan penggabungan berbagai organisasi pemuda yang ada. Sebagai realisasinya maka pada tanggal 15 Agustus 1926 diadakan pertemuan organisasi-organisasi pemuda di Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu perwakilan antara lain dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Perhimpunan Pelajar Ambon, juga dihadiri Komite Kongres Pemuda I. Dalam pertemuan ini diusulkan agar dibentuk badan tetap untuk keperluan persatuan Indonesia. Berkaitan dengan usulan ini maka tanggal 31 Agustus 1926 telah disahkan Anggaran Dasar untuk suatu perkumpulan atau organisasi pemuda yang baru yang diberi nama Jong Indonesia. Namun realisasinya belum memuaskan seperti yang diharapkan para pemuda. Baru pada tanggal 20 Februari 1927 ada pertemuan yang digagas oleh Algemene Studie Club di Bandung. Pertemuan tersebut berhasil mendirikan organisasi pemuda yang diberi nama Jong Indonesia. Organisasi ini berdasarkan pada asas kebangsaan atau nasionalisme. Tokoh-tokoh yang ada di dalam Jong Indonesia itu antara lain: Sutan Syahrir, Suwiryo, Halim, Moh. Tamzil, Yusupadi, dan Notokusumo.

Di samping organisasi itu, pada bulan September 1926 juga diadakan pertemuan para pelajar atau mahasiswa. Dalam pertemuan itu berhasil dibentuk perkumpulan yang diberi nama Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI). Anggota umumnya dari para mahasiswa STOVIA dan Sekolah Tinggi Hukum. PPPI bertujuan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Cita-cita hanya dapat tercapai bila paham kedaerahan dihilangkan dan perselisihan pendapat di antara kaum nasionalis harus dihapuskan. Aktivitas PPPI meliputi gerakan pemuda, sosial, dan politik. Ketua perkumpulan itu Soegondo Djojopoespito, tokoh-tokoh lainnya adalah Muh. Yamin, Abdullah Sigit, Suwiryo, Sumitro Reksodiputro, A.K. Gani, Sunarko, Amir Syarifuddin, dan Sumanang. Perhimpunan itu sering berkumpul di Indonesische Clubgebouw yang terletak di Jl. Kramat No 106, Weltevreden. Mereka mempunyai hubungan antaranggota yang sangat dekat dan tidak formal. PPPI memiliki peran penting dalam pertemuan-pertemuan berikutnya dalam rangka mewujudkan persatuan Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda. Dua oragisasi PPPI dan Jong Indonesia ini memiliki peran strategis dalam perjuangan pemuda untuk mewujudkan persatuan Indonesia.

Memasuki tahun 1927 perjuangan pemuda mengalami percepatan yang luar biasa. Setiap ide persatuan untuk membebaskan Indonesia ditangkap dengan segera, baik oleh kelompok pemuda bahkan juga kelompok tua. Dinamika silaturahmi antarorganisasi terus dilakukan untuk mencapai kesepatan dan mewujudkan. Gerakan semangat dan gelora perjuangan para pemuda ini semakin meningkat untuk merapatkan barisan perjuangan di tanah Hindia, karena didukung oleh bergabungnya tokoh-tokoh dan para pelajar dari Perhimpunan Indonesia yang baru saja kembali ke tanah air. Di antara mereka adalah Sartono, Moh. Nazif, dan Mononutu. Selama dua tahun itulah para pemuda mengadakan pertemuan secara intensif di Indonesische Clubgebouw.

Pada tanggal 28 Desember 1927, Jong Indonesia menyelenggarakan kongres di Bandung. Dalam kongres ini Ir. Sukarno memberikan ceramah yang dapat menambah semangat para pemuda. Dalam kongres ini juga menetapkan nama Jong Indonesia diganti dengan Pemuda Indonesia. Beberapa keputusan penting dalam kongres ini antara lain:
  1. Menetapkan nama Jong Indonesia diganti dengan Pemuda Indonesia
  2. Bahasa Indonesia (akhirnya dipilih bahasa Melayu) dijadikan bahasa pengantar organisasi Pemuda Indonesia.
  3. Pemuda Indonesia menyetujui usul PPPI tentang dibentuknya fusi semua organisasi–organisasi lainnya yang berasaskan kebangsaan.
Selanjutnya untuk merealisasikan gagasan fusi semua organisasi itu, PPPI segerta mengambil langkah-langkah. Diadakanlah pertemuan untuk membentuk panitia yang dikenal sebagai Panitia Kongres Pemuda II. Panitia ini akan bertanggung jawab terhadap serangkaian acara seperti rapatrapat terbuka dan ceramah-ceramah yang menganjurkan dan menguatkan semangat persatuan. Pada bulan Juni 1928, panitia kongres dibentuk. Terpilih sebagai Ketua Kongres Pemuda II adalah Soegoendo Djojopoespito dari PPPI. Selengkapnya susunan panitia itu sebagai berikut.

Ketua :Soegoendo Djojopoespito dari PPPI
Wakil Ketua :Djoko Marsaid dari Jong Java,
Sekretaris :Muh. Yamin dari Sumatranen Bond
Bendahara :Amir Syarifuddin dari Jong Bataks Bond
Pembantu I :Djohan Muh. Tjai dari Jong Islamieten Bond
Pembantu II :Kontjosungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III :Senduk dari Jong Celebes
Pembantu VI :J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V :Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Banyak tokoh-tokoh dari Perhimpunan Indonesia yang memberi saran dan masukan dalam penyelenggaraan kongres, misalnya Sartono, S.H., Sunario, SH., Moh. Nazif, A.J.Z Mononutu.

Kongres Pemuda II ini dialaksanakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Yang diundang dalam kongres ini adalah semua organisasi pemuda dan mahasiswa, serta berbagai organisasi dan partai yang sudah ada. Tampak hadir beberapa tokoh pemuda ataupun tokoh senior, seperti: Soegoendo Djojopoespito, Djoko Marsaid, Muh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sartono, Kartokusumo, Abdulrahman, Sunario, Kartosuwiryo, S. Mangunsarkoro, Nonan Purnomowulan, Siti Sundari, Muh. Roem, Wongsonegoro, Kasmansingodimedjo, dan A.K. Gani. Kongres itu juga dihadiri perwakilan dari Volksraad dan juga dari pemerintah Hindia Belanda. Diperkirakan hadir lebih dari 750 orang.

Kongres itu dilaksanakan dalam tiga tahapan sidang.

Rapat pertama
Dilaksanakan hari Sabtu, 27 Oktober 1928 malam bertempat di gedung Katholik Jongelingen Bond, Waterloopen. Rapat dibuka oleh Ketua Panitia Kongres Pemuda II. Di dalam pembukaan ini juga dibacakan amanat tertulis dari Ir. Sukarno, amanat tertulis dari pengurus Perhimpunan Indonesia yang ada di Belanda. Sementara itu, dalam pidato pembukaan Soegoendo Djojopoespito menyerukan tentang pentingnya Indonesia Bersatu. Dalam sidang pertama, Muh. Yamin memberikan ceramah tentang persatuan dan kebangsaan Indonesia. Dalam ceramahnya itu Yamin menegaskan ada lima faktor yang dapat memperkuat persatuan bangsa, yakni faktor: sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua
Rapat kedua dilaksanakan pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, berlangsung pukul 08.00-12.00 Sidang dilaksanakan di Oost Java Bioscoop Koningsplein. Rapat membahas hal-hal yang berkait dengan pendidikan. Beberapa tokoh tampil berbicara misalnya Nona Purnomowulan, S. Mangunsarkoro. Ki Hajar Dewantoro diharapkan dapat tampil sebagai pembicara tetapi berhalangan hadir.

Rapat ketiga
Rapat ketiga dialksanakan pada hari Minggu 28 Oktober 1928 17.30-20.00 Rapat ini dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw., Jl. Kramat Raya 106. Pada rapat ketiga ini rencananya akan diramaikan dengan acara pawai atau arak-arakan organisasi kepanduan. Namun, pawai gagal dilakukan karena dihalang-halangi oleh pihak polisi Belanda. Hal ini mengecewakan para peserta. Walaupun demikian, kekecewaan ini tidak menyurutkan semangat para peserta. Bahkan sebaliknya semakin membakar semangat para peserta kongres. Pada rapat yang ketiga ini juga diisi ceramah-ceramah. Misalnya Ramelan menyampaikan tentang gerakan kepanduan. Berikutnya Sunario menyampaikan materi tentang “Pergerakan Pemuda dan Persatuan Bangsa” dalam ceramah ini ditekankan pentingnya persatuan dan kehidupan yang demokratis dan patriotis.

Rapat kemudian diistirahatkan. Pada saat istirahat ini tampillah W.R. Supratman untuk memainkan lagu yang diberi judul “Indonesia Raya”. Namun untuk menyiasati agar tidak dilarang oleh orang Belanda yang hadir, W.R. Supratman menampilkan lagu tersebut secara instrumental dengan biola. Lagu inilah yang kemudian kita kenal dengan Lagu Kebangsaan Indonesia dan bendera Merah Putih diakui sebagai bendera kebangsaan.

Setelah istirahat kemudian rapat dilanjutkan. Pada puncak Kongres Pemuda II ini diikrarkan sebuah sumpah yang kemudian kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda senantiasa menjadi keputusan penting yang historismonumental dalam Kongres Pemuda II. Naskah rumusan ikrar Sumpah Pemuda ini selengkapnya dirumuskan oleh Muh. Yamin. Naskah selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut.
Kepoetoesan Kongres Pemoeda-Pemoedi Indonesia

Kerapatan pemoeda-pemoedi Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan Indonesia berdasarkan kebangsaan, dengan namanja Jong Java, Jong Soematra Bond (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islameten Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia.

Memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober tahoen 1928 di negeri Djakarta.Sesoenggoehnja mendengar pidato-pidato pembitjaraan jang diadakan di dalam kerapatan tadi sesoedahnja mendengar pidato-pidato dan pembitjaraan ini.

Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan:
  1. Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia
  2. Kedua: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia
  3. Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloearkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatoeannja:
Kemaoean,
Sejarah,
Bahasa,
Hoekoem adat,
Pendidikan dan kepandoean.
Dan mengeloearkan pengharapan soepaja poetoesan ini disiarkan dalam segala surat kabar dan dibatjakan di moeka rapat perkoempoelan-perkoempoelan.
Foto salah satu situasi Kongres Pemuda.
Setelah Kongres Pemuda II berakhir, perkumpulan-perkumpulan pemuda segera menyiapkan untuk melakukan proses fusi. Bahkan Jong Java sebagai organisasi pemuda terbesar dan tertua mengadakan kongres tanggal 25-29 Desember 1928 di Yogyakarta memutuskan menyetujui untuk ikut fusi di dalam perkumpulan pemuda baru yang akan segera dibentuk.

Sebagai pematangan persiapan fusi, pada tanggal 24 April dan 25 Mei 1929 diadakan pertemuan di gedung Indonesia Clubgebouw yang dihadiri perwakilan perkumpulan pemuda seperti perwakilan Jong Java, Jong Sumatranen Bond, dan Pemuda Indonesia. Dalam pertemuan ini disepakati hasil fusi akan melahirkan organisasi pemuda yang baru yang berdasarkan pada kebangsaan Indonesia. Untuk itu dibentuklah suatu komisi besar yang anggotanya diambil dari berbagai organisasi pemuda. Berdasarkan perwakilan dari masing-masing organisasi itu disusunlah struktur Komisi Besar Indonesia Muda, sebagai berikut.
Ketua :Kuntjoropurbopranoto
Wakil Ketua :Muh. Yamin
Penulis I :Joesoepandi
Penulis II :Sjahrial
Bendahara I :Assaat
Bendahara II :Soewadji Prawirohardjo
Administratie I :A.K. Gani
Administratie II :Mohammad Tamzil
Pembantu :G.R. Pantouw
Pembantu :Surjadi
Selanjutnya Komisi Besar Indonesia Muda ini menyelenggarakan kongres pada tanggal 28 Desember 1930 - 2 Januari 1931 di gedung Habiprojo Surakarta. Dalam kongres ini diputuskan organisasi baru sebagai hasil fusi berbagai organisasi pemuda yang diberi nama Indonesia Muda. Tepat pukul 12.00 WIB semua hadirin diminta untuk berdiri dan piagam pendirian Indonesia Muda dibacakan. Pada saat itu Panji-panji Indonesia Muda berkibar untuk selama-lamanya diiringi bunyi gamelan, setelah gamelan berhenti semua pemuda yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Pada saat diresmikan Indonesia Muda sudah memiliki 25 cabang di seluruh Indonesia dengan 2.393 anggota (Restu Gunawan, “Pemuda dan Perempuan dalam Dinamika Nasionalisme Indonesia”, dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Dengan berdirinya Indonesia Muda secara otomatis perkumpulan atau berbagai organisasi pemuda yang ada menyatakan membubarkan diri.

Tujuan organisasi Indonesia Muda ini adalah membangun dan mempertahankan keinsyafan antara anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapai Indonesia Raya. Karena Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan semua anak bangsa, menjalin kerja sama dengan semua komponen bangsa, mengadakan kursus-kursus untuk memberantas buta huruf, memajukan kegiatan olah raga, dan lain-lain.

Nilai-nilai Penting Sumpah Pemuda
Menurut Taufik Abdullah, kisah Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda memperlihatkan pada kita tentang satu hal yang menarik dalam pengetahuan masa lalu kita. Sumpah Pemuda dapat kita lihat sebagai perwujudan dari sebuah peristiwa besar, yaitu produk dari berkumpulnya organisasi-organisasi pemuda terpelajar untuk melakukan “Kongres Pemuda”. Sumpah Pemuda dipandang sebagai pengakuan fundamental dari sebuah bangsa yang masih dalam tahap pembentukan. Ia terbentuk melalui kurun yang waktu panjang. Tujuh tahun setelah terbentuknya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun masih dalam tahapan loyalitas kepulauan. Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda itu mendorong mereka untuk menciptakan persatuan yang lebih luas.

Dengan demikian, jelas nilai yang utama dari peristiwa Sumpah Pemuda adalah nilai persatuan. Persatuan yang diilhami oleh asas perjuangan Perhimpunan Indonesia ini sudah lama diperjuangkan oleh para pemuda. Para pemuda dengan memahami sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia, telah melahirkan kesadaran yang mendalam tentang pentingnya persatuan. Kiranya dapat cermati bagaimana ratusan tahun bangsa kita berjuang untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajahan. Aceh berjuang, Banten, Mataram, Makassar, Maluku, tetapi gagal karena mereka berjuang di daerahnya sendiri-sendiri. Selanjutnya Patimura, Pangeran Hidayatullah, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien juga kandas tidak mampu mengusir penjajah karena tidak ada saling membantu di antara mereka. Mereka belum mampu menjalin persatuan di antara mereka. Begitu juga di era modern BU, SI, Indische Partij, PSI, PKI, PNI belum berhasil membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajah. Setiap organisasi masih cenderung berjuang dengan organisasinya sendiri. Oleh karena itu, berbagai organisasi pemuda berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan persatuan di antara anak bangsa, minimal di kalangan pemuda. Lahirnya Indonesia Muda diharapkan dapat menggerakkan seluruh komponen bangsa untuk menciptakan Indonesia Raya, membebaskan diri dari penjajahan, dan akhirnya tercapai kemerdekaan.

Nilai berikutnya, adalah kemandirian, jati diri, kedaulatan atau penguatan nasionalisme. Secara tidak langsung dengan peristiwa Sumpah Pemuda, para pemuda telah meneguhkan pentingnya jati diri Indonesia, penguatan semangat kebangsaan atau nasionalisme. Hal ini tercermin dalam ikrar satu tanah air, satu bangsa dan keikhlasan menjunjung satu bahasa: INDONESIA.

Pernyataan satu nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia ini menunjukkan adanya kesadaran yang amat tinggi tentang jati diri dan semangat kebangsaan kita semua sebagai orang Indonesia. Di dalam jati diri dan ruh kebangsaan itu tentu mengandung kemandirian, kalau bangsa ini mandiri berarti berdaulat, berdaulat berarti tidak dijajah orang lain, itulah kemerdekaan.

Di balik peristiwa Sumpah Pemuda, juga terkandung nilai demokrasi. Setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, persatuan diwujudkan maka langkah-langkah perjuangan pun dilaksanakan. Dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Raya, satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa perlu ada program-program kebersamaan, saling menghargai, dan rembug bareng di antara komponen bangsa untuk memajukan bangsa. Setelah maju dapat mandiri dan bedaulat. Bahkan dalam strategi politik para pemuda juga mengembangkan sikap saling menghargai baik yang mengambil langkah kooperasi maupun nonkooperasi. Mereka dalam berjuang tidak lagi dengan fisik dan kekerasan tetapi dengan bermusyawarah, berdemokrasi misalnya melalui Volksraad.
Di depan sudah disinggung bahwa pada tahun 1926 telah menunjukkan perubahan dalam orientasi perjuangan bagi organisasi pergerakan kebangsaan. Pendekatan dan strategi perjuangan mulai dimantapkan. Orientasi dan pendekatan politik semakin terbuka. Semangat persatuan dan kesatuan mulai digelorakan. Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda secara nyata mengembangkan semangat persatuan dan kebangsaan. Di samping itu, Sumpah Pemuda secara tidak langsung telah memberikan pelajaran tentang nilai-nilai jati diri dan demokrasi. Dengan dipelopori organisasi pemuda, nilai dan semangat keindonesiaan untuk memperkokoh jati diri dan kemandirian juga semakin memantapkan perjuangan bangsa Indonesia. Perjuangan politik melalui Volksraad telah juga menjadi ajang yang penting untuk menunjukkan salah satu strategi perjuangan bangsa yang lebih demokratis.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa Sumpah Pemuda telah menjadi tonggak sejarah dalam mengompakkan perjuangan seluruh warga bangsa Indonesia dalam upaya mengusir penjajah. Sekalipun perjuangan belum berlabuh pada tujuan yang diharapkan tetapi semua itu, baik perjuangan yang bersifat kooperatif dan non-kooperatif, perjuangan melalui Volksraad maupun di luar Volksraad telah menunjukkan eksistensi bangsa Indonesia dalam berjuang untuk mengusir penjajahan menuju kemerdekaan bangsa.
KESIMPULAN

  1. Memasuki tahun 1926 gagasan tentang persatuan antarorganisasi dan komponen bangsa semakin menguat.
  2. Ir. Sukarno berusaha menyatukan berbagai organisasi dan partai yang ada. Tahun1927 telah membentuk: ”Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Bahkan sebelum yakni tahun 1922 Sukarno telah membentuk Konsentrasi Radikal.
  3. Berbagai organisasi pemuda berusaha mewujudkan cita-cita persatuan. Tahun 1926 diadakan Kongres Pemuda I. Dalam kongres ini semakin kuatnya untuk mewujudkan persatuan antara semua unsur dan disepakati untuk membentuk organisasi pemuda yang baru sebagai hasil fusi antaraorganisasi pemuda yang ada. Disepakati perlunya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
  4. Sumpah Pemuda sebagai klimak agenda dalam Kongres Pemuda II, 28-10-1928 dengan ikrarnya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, merupakan peristiwa dan sangat penting yang historis-monumental dalam dinamika perjuangan bangsa menuju cita-cita persatuan Indonesia.
  5. Sumpah Pemuda memiliki nilai-nilai yang sangat bermakna dalam menuju cita-cita Indonesia Merdeka. Nilai-nilai persatuan, jati diri/semangat kebangsaan dan demokrasi merupakan nilai-nilai yang sangat penting artinya bagi perjuangan rakyat Indonesia pada masa-masa berikutnya, yang secara nyata menunjukkan identitas keindonesiaan. Indonesia Raya, Indonesia Merdeka sebagai tujuan utama.

*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post