Objek Geografi dalam Sketsa dan Peta Wilayah

Kenampakan alam merupakan data geografis asli dari unsur yang diwakilinya. Kenampakan alam dalam peta dapat dibuat sebagai simbol dan dimuat dalam legenda. Legenda merupakan keterangan/uraian dari simbol atau lambang yang digunakan pada peta untuk menggambarkan sesuatu yang ada di permukaan bumi.

Sketsa merupakan lukisan atau gambaran muka bumi dalam bentuk garis besar atau memuat informasi bersifat umum (kasar). Sketsa ini memuat informasi penting dan sudah dikenal yang berguna bagi pemakainya untuk mencari informasi atau mengenalkan suatu tempat di muka bumi. Peta wilayah yang memuat informasi umum dari suatu wilayah disebut peta umum, sedangkan peta wilayah yang khusus memuat tema tertentu dari suatu wilayah disebut peta khusus atau peta tematik. Peta tematik menggambarkan keadaan atau unsur tertentu di suatu wilayah di permukaan bumi, seperti keadaan penggunaan tanah, kependudukan, geologi, curah hujan, dan arah angin. Karena isinya sudah secara khusus maka peta tematik dapat digunakan untuk kepentingan khusus. Misalnya, peta rute kapal terbang. Jenis peta ini banyak digunakan pilot kapal terbang sehingga kapal terbang tidak bertabrakan di udara. Dengan peta tematik kita dapat memperoleh informasi secara khusus untuk berbagai kepentingan di dalam aktivitas manusia di muka bumi.

A. Data Geografis dan Cara Penulisan Objek Geografis
Pada pembahasan sebelumnya kita telah belajar mengenai peta. Isi atau materi peta adalah unsur geografis, tetapi tidak semua unsur tersebut dapat dimasukkan ke dalam gambar peta. Untuk itu, perlu dilakukan penyaringan berdasarkan syarat-syarat tertentu. Misalnya, penyaringan dilihat dari segi kenampakan alam, ekonomi, sejarah, atau faktor lain yang menyebabkan suatu daerah terkenal. Dengan demikian, isi peta merupakan saringan atau hasil pilihan, bukan hasil jiplakan dari peta lain. Demikian juga cara penulisan unsur geografis dalam peta harus mengikuti kaidah penulisan peta yang berlaku.

1. Data Geografis dalam Sketsa dan Peta Wilayah
Informasi yang terdapat di sketsa dan peta wilayah merupakan data geografis berupa kenampakan alam (gunung, pegunungan, dataran rendah, dataran tinggi, plato, bukit, sungai, danau, laut, pantai, teluk, selat, tanjung, dan rawa-rawa) dan kenampakan buatan (jalan, nama kota, gedung, waduk). Data geografis pada peta digambarkan dalam bentuk simbol yang dapat berupa data kualitas dan kuantitas.

Data kualitas berupa data geografis asli dari unsur yang diwakilinya, seperti kenampakan alam. Sementara data kuantitas berupa identitas yang menunjukkan besaran atau jumlah dari unsur yang diwakilinya. Simbol data kualitas dan kuantitas dicantumkan dalam kolom legenda. Legenda atau keterangan peta adalah uraian dari simbol atau lambang yang digunakan pada peta untuk menggambarkan sesuatu yang ada di permukaan bumi.

Peta merupakan gambaran dari wilayah yang luas sehingga tidak mungkin semua data atau informasi di lapangan digambarkan pada suatu peta. Oleh karena itu, peta menggunakan simbol atau lambang dari objek yang digambarkan di permukaan bumi. Simbol atau lambang yang digunakan, dapat dilihat seperti contoh berikut;
Simbol atau lambang ini dapat berupa simbol warna, titik, garis, batang, dan luas. Simbol warna digunakan untuk melambangkan kenampakan alam dalam peta. Warna yang digunakan untuk menunjukkan perbedaan, gradasi kualitas dengan kuantitas, dan untuk keindahan. Penggunaan warna di peta dilakukan sesuai dengan kebiasaan selama ini. Misalnya, warna merah jarang digunakan untuk menggambarkan curah hujan. Pada dasarnya, warna digunakan untuk membedakan apa yang digambar sehingga ada perbedaan yang jelas antara unsur geografis di peta.

Kebiasaan penggunaan warna di peta, yaitu warna hijau untuk dataran, biru untuk perairan, dan kuning untuk pegunungan. Contoh penggunaan simbol garis, yaitu untuk melambangkan laut dengan menggunakan tiga garis. Warna pada peta digunakan secara bervariasi untuk menggambarkan keadaan atau kualitas alam yang sesungguhnya. Misalnya, dataran rendah diberi warna hijau, bila semakin tinggi diberi warna hijau tua. Selain untuk menunjukkan kualitas, pemberian warna ini dimaksudkan agar peta terlihat indah sehingga menarik untuk dibaca. Cara memahami arti warna dalam suatu peta atau atlas, yaitu membacanya dalam legenda.
Simbol titik dalam peta digunakan dalam berbagai ukuran dan bentuk, yang umumnya melambangkan keadaan di permukaan bumi, seperti nama kota, pelabuhan laut, dan bandar udara. Simbol garis digunakan untuk melambangkan keadaan di permukaan bumi yang berbentuk garis, seperti sungai, pantai, jalan, dan perbatasan. Simbol batang digunakan untuk menentukan nilai atau harga suatu produk atau memperbandingkan kualitas atau kuantitas suatu produk. Simbol batang ini dapat dibuat dalam bentuk diagram sementara simbol luas digunakan untuk menyatakan unsur geografis di muka bumi berdasarkan luas dan letaknya.

2. Penulisan Nama Unsur Geografis dalam Sketsa dan Peta Wilayah
Penentuan letak penamaan dan nama unsur geografis dalam sketsa dan peta wilayah sangat penting agar informasi dalam sketsa dan peta wilayah mudah dibaca dan dimengerti. Cara penentuan dan penulisan ini disebut toponimi, yaitu cara penulisan unsur geografis dalam peta sehingga unsur geografis tersebut mudah dibaca, jelas, dan dimengerti oleh pengguna sketsa dan peta wilayah. Nama-nama geografis pada sketsa dan peta wilayah merupakan unsur utama dan terpenting sehingga penulisan nama dan letaknya harus terlihat sangat jelas. Letak penulisan nama objek geografis harus mudah dilihat dan jelas penulisannya sebab peta merupakan gambar kenampakan alam.

Penulisan nama unsur geografis sangat penting dalam pembuatan peta agar peta dapat memperagakan kenampakan alam bagi pembaca atau pengguna peta. Penulisan nama geografis tidak boleh terhalang oleh simbol atau gambar lain dalam peta tersebut. Oleh karena itu, penempatan letak dan nama geografis dalam peta harus memerhatikan tata letak atau lay out peta sehingga nama geografis mudah ditemukan atau dibaca.

Penulisan nama geografis dilakukan dengan dua cara, yaitu penulisan dengan huruf miring dan tegak. Huruf miring digunakan untuk nama laut, danau, sungai, rawa, teluk, dan selat. Penulisan dengan huruf tegak untuk nama gunung, pegunungan, tempat, tanjung, dan bukit.

Dalam bahasa daerah is tilah untuk sungai, gunung, dan danau ada tersendiri yang berbeda-beda antar daerah. Istilah-istilah daerah itu sudah telanjur terkenal hingga susah untuk diubah. Jawa Barat menyebut sungai dengan istilah ci, di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut kali, Sulawesi Selatan menyebut sungai dengan jane, Sumatra Selatan dengan air, Sumatra Utara menyebutnya aek, dan di Jambi dikenal dengan nama batang. Nama gunung ada yang menyebut munduk di Bali, cot di Aceh, dolok di Tapanuli, dan sebagainya. Demikian pula untuk istilah danau, disebut situ di Jawa Barat, tasik di Sumatra, laut di Aceh, tao di Tapanuli, dan sebagainya. Istilah ini tidak hanya digunakan untuk sebutan sungai atau gunung, tetapi juga nama tempat. Penulisan objek geografis ini harus benar-benar diperhatikan, apakah sebagai nama suatu lokasi atau nama objek geografis sehingga tidak membingungkan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah keindahan dan kejelasan informasi objek geografis di peta. Penulisan nama atau objek geografis harus konsisten dalam ejaan penulisan.

a. Penulisan Geografis Indonesia
Penulisan nama geografi di Indonesia sangat sulit karena keragaman bahasa daerah (suku bangsa). Setiap daerah memiliki sebutan untuk tiap objek geografis. Bila penulisan digunakan dengan istilah bahasa Indonesia kemungkinan penduduk di daerah itu tidak mengerti atau menjadi bingung, padahal peta tidak boleh membingungkan para penggunanya. Oleh karena itu, nama-nama objek geografis perlu dibakukan.

Penulisan geografis dilakukan dengan memisahkan istilah geografis dengan nama objek tersebut, misalnya Sungai Asahan, Danau Kerinci, dan Gunung Merapi. Nama sungai yang sudah dikenal oleh masyarakat dan istilah daerah tidak perlu diubah, hanya cara penulisan yang perlu diperhatikan. Misalnya, Ci tarum tidak perlu diubah menjadi Sungai Tarum, tetapi tetap dengan cara penulisan Ci Tarum. Ci di daerah Jawa Barat berarti sungai. Cara penulisan dengan nama Sungai Tarum dapat membingungkan karena sudah lama dikenal oleh masyarakat umum. Bagaimana bila tidak menunjukkan sungai? Penulisannya digabung. Misalnya, Cibinong adalah nama tempat atau lokasi sehingga penulisannya digabung. Tetapi, bila menunjukkan sungai maka penulisan diubah menjadi Ci Binong. Pada penulisan Bengawan Solo menunjukkan sungai, jadi tidak perlu ditulis Sungai Bengawan Solo karena bengawan berarti sungai. Penulisan geografis tetap mengikuti istilah daerah sepanjang istilah itu sudah dikenal orang banyak. Bila istilah daerah belum begitu terkenal maka penulisannya dapat diterima umum. Misalnya, Air Musi dewasa ini lebih dikenal dengan Sungai Musi, Aek Asahan dikenal dengan Sungai Asahan.

Istilah danau dan gunung dalam istilah daerah lebih mudah diubah dengan istilah bahasa Indonesia. Masyarakat lebih mudah mengerti akan penggunaan istilah tersebut. Pedoman kita dalam penulisan objek geografis ini adalah bila itu nama tempat maka disatukan dan bila nama sungai, danau, atau gunung maka dipisahkan.

Bagaimana cara penulisan objek geografis dunia?
Penulisan nama geografis dunia harus mengikuti prinsip penulisan objek geografis. Artinya, penulisan ini tidak membingungkan pembacanya. Penulisan nama geografis yang berlaku saat ini lebih banyak pada cara membaca nama objek tersebut, seperti nama negara, ibu kota, nama gunung, sungai, danau, dataran, laut, dan teluk. Penulisan objek geografis dunia ini mengikuti suatu pola cara membacanya karena bila kita membaca peta dengan bahasa asing maka akan sulit untuk menemukannya.

Penulisan nama objek geografis dunia pada prinsipnya mengikuti penulisan istilah dari negara itu berasal. Bila kita ingin menuliskan dalam bahasa Indonesia cukup istilahnya saja. Misalnya, penulisan Gunung Fujiyama, tidak perlu menulis gunung, tetapi cukup Fujiyama atau Gunung Fuji saja. Gunung Mount Everest menuliskannya cukup Mount Everest atau Gunung Everest, tidak perlu Pegunungan Rocky Mountain cukup Rocky Mountain atau Pegunungan Rocky, tidak perlu menulis Pegunungan Tien Shan, cukup Tien Shan atau Pegunungan Tien, dan sebagainya. Untuk itu, perlu diperhatikan istilah objek geografis yang terdapat di berbagai negara di dunia. Demikian pula cara penulisan nama sungai, kita tinggal memilih, menulis dengan istilah dari negara asal objek geografis atau menggunakan istilah bahasa Indonesia pada objek geografis tersebut. Misalnya, Huang Ho atau Sungai Huang, Chang Jiang atau Sungai Chang, Yang Tse Kiang atau Sungai Yang Tse.

Penulisan nama negara-negara di dunia juga cukup rumit, ada yang mengikuti cara membaca dan ada pula yang mengikuti seperti penulisan negara aslinya. Misalnya, Cina ada yang menulis China, Canada dengan Kanada, Cuba dengan Kuba, Philippines dengan Filipina, dan sebagainya. Penulisan nama hanya didasarkan pada mudahnya orang membaca atau mengingatnya.

B. Membuat Sketsa dan Peta Wilayah
Membuat sketsa dan peta wilayah merupakan kegiatan pelukisan data geografis ke bidang datar. Sketsa merupakan penggambaran suatu wilayah di muka bumi dengan informasi yang sangat terbatas. Sementara peta wilayah merupakan penggambaran suatu wilayah dengan berbagai informasi data geografis.

Ada beberapa cara membuat peta, yaitu dengan cara terestris, fotogrammetris, dan pemotretan melalui satelit. Cara pembuatan peta dengan terestris dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan data, informasi, dan pengukuran dari lapangan. Alat ukur yang digunakan adalah pesawat theodolit. Data lapangan itu dievaluasi, diklasifikasikan, ditafsirkan, dan dilukiskan sebagai peta.

Cara pembuatan peta dengan fotogrammetris dilakukan menggunakan kapal terbang yang dilengkapi alat-alat kamera. Pemotretan dilakukan dari udara yang sudah lebih dulu ditentukan jalur terbangnya. Hasil pemotretan diolah menggunakan alat stereoscope, yaitu alat yang memperbesar atau memperjelas gambar hasil pemotretan. Data yang terkumpul disusun, diklasifikasikan, dianalisis, dan digambarkan dalam peta.

Pada masa kini, pembuatan peta dapat dilakukan dengan pemotretan melalui satelit. Hasil pemotretan ini lebih akurat dan dapat menjangkau wilayah yang lebih luas, menggambarkan permukaan bumi dan objek yang terkandung di bawah muka bumi. Hasil pemotretan diolah dan digunakan sebagai sumber informasi atau data dalam penyusunan peta. Hasil olahan ini disebut peta digital.

Ada beberapa prinsip dalam pembuatan peta yang merupakan syarat peta yang baik dan harus dipenuhi. Prinsip-prinsip itu adalah bentuk daerah yang digambarkan harus sama, luas permukaan bumi harus tetap sama, serta jarak satu titik dengan titik lainnya harus tetap.
Pemotretan dari satelit
Berikut ini merupakan contoh peta tematik topografi, yaitu peta yang menggambarkan perbedaan ketinggian suatu tempat dengan skala besar. Interval antarketinggian dalam peta topografi adalah 25 meter. Perhatikan peta topografi di bawah!

C. Memperbesar dan Memperkecil Peta
Hal yang perlu diperhatikan dalam memperbesar dan memperkecil peta adalah skala peta. Misalnya, skala peta 1:1.000.000 bila diperbesar, skalanya menjadi 1.500.000 sehingga peta yang dibuat menjadi dua kali lipat besar aslinya. Dengan memperbesar peta maka informasi yang dimuat dalam peta semakin banyak. Sebaliknya, bila memperkecil peta maka skalanya juga diperkecil hingga informasinya lebih terbatas. Cara untuk memperbesar atau memperkecil peta dapat dilakukan dengan bantuan kotak-kotak seperti gambar berikut;
Cara lain untuk memperbesar atau memperkecil peta, yaitu dengan fotografis dan pantograf. Fotografis dilakukan dengan memotret peta lebih besar atau lebih kecil. Skala dapat diatur dengan jarak kamera terhadap petanya. Dalam kategori ini dapat juga dilakukan dengan mesin fotokopi.

Pantograf dilakukan dengan suatu alat untuk memperbesar atau memperkecil skala. Alat ini banyak dijumpai di lembaga-lembaga atau badan-badan pemetaan di Indonesia. Ada beberapa prinsip dalam pembuatan memperbesar dan memperkecil peta yang harus dipenuhi. Prinsip- prinsip itu adalah bentuk daerah yang digambarkan harus sama, luas permukaan bumi harus tetap sama, serta jarak satu titik dengan titik lainnya harus tetap.

Baca juga: Materi Kelas 6, Tema 6, Subtema 3, Pembelajaran 1, Membangun Masyarakat Sehat

D. Menghitung Jarak dan Luas pada Peta Wilayah
Suatu ketika, kalian dihadapkan pada masalah untuk mengetahui jarak dan luas suatu wilayah, sementara kalian hanya memiliki peta wilayah tersebut. Nah, kalian tidak perlu panik, kalian dapat menghitung jarak dan luas suatu wilayah tersebut dari peta yang kalian miliki.

1. Menghitung Jarak dengan Skala
Skala merupakan perbandingan jarak dua titik di peta dengan jarak sebenarnya sehingga untuk mencari jarak sangat mudah. Satuan yang umum digunakan dalam skala peta adalah sentimeter dan bila tidak ada satuan dalam peta artinya satuan yang digunakan sentimeter. Skala peta merupakan sebuah pecahan sehingga makin besar angka pembaginya, makin kecil skala peta. Misalnya, skala 1 : 25.000 lebih besar dari 1 : 50.000 dan 1 : 50.000 lebih besar dari 1:100.000. Artinya, jarak antara dua titik pada peta sama dengan satu per dua puluh lima ribu lebih besar dengan satu per lima puluh ribu dari jarak kenampakan sebenarnya.

Ada beberapa cara perhitungan untuk mengetahui jarak dua tempat di peta. Cara pertama, yaitu dengan menghitung perbandingan antara jarak pada peta dan mengalikannya dengan skala peta. Misalnya, suatu peta menggunakan skala angka 1 : 1.000.000 dan jarak titik A dan B dalam peta 5 cm maka jarak kedua titik adalah 5 × 1.000.000 = 5.000.000 atau 50 km. Jarak ini merupakan jarak garis lurus antara A dan B dalam kehidupan sehari-hari. Jarak kedua tempat dapat tidak sama karena jarak sebenarnya diukur mengikuti jalan raya yang tidak lurus sehingga hasilnya tidak sama dengan jarak di lapangan. Oleh karena itu, jarak melalui perhitungan skala dapat berbeda dengan jarak yang diketahui masyarakat.

Cara kedua untuk menghitung jarak dua tempat, yaitu dengan menggunakan skala garis/batang dan skala grafik yang pada dasarnya sama dengan cara menghitung jarak menggunakan skala angka. Misalnya, dalam skala garis jarak dua tempat tiga garis/cm. Oleh karena itu, jarak sebenarnya adalah 3 × 20 km = 60 km. Bila jarak dalam peta 23 cm maka jarak secara garis lurus adalah 23 × 20 km = 460 km.
Skala Grafik
Cara ketiga untuk menghitung jarak dua tempat, yaitu menggunakan skala grafik dengan membandingkan jarak dalam peta dengan skala grafik. Misalnya, jarak dua titik dalam peta 5 cm maka jarak sebenarnya di permukaan bumi adalah 5 × 1 km = 5 km.


Skala grafik dibuat dalam bentuk satuan ukuran yang berbeda dengan yang biasa digunakan di Indonesia, yaitu menggunakan satuan inci ke mil. 1 inci = 2,54 cm dan 1 mil = 63.360 inci. Pada umumnya, skala grafik terdapat pada peta di Inggris dan negara persemakmuran.
Pada peta skala besar, untuk menghitung skala peta, yaitu dengan cara menghitung bentuk-bentuk yang berukuran umum, seperti lapangan sepak bola, lapangan tenis, dan sebagainya. Pada peta dengan skala besar, objek geografis di muka bumi digambarkan secara jelas sehingga kalian dapat menghitung jarak dua tempat. Setelah kalian mengetahui jarak dua tempat maka kalian dapat menghitung skala peta yang tidak tercantum skala. Cara pertama dapat kalian gunakan terlebih dahulu untuk mengetahui jarak sebenarnya pada peta skala besar sehingga jarak dua tempat pada peta skala besar diperoleh 2.600.000 cm. Kemudian, kalian ukur jarak dua tempat pada peta tanpa skala, hasilnya 2 cm. Selanjutnya, cara keempat kalian gunakan untuk menghitung skala peta tanpa skala, yaitu 2.600.000 cm dibagi 2 cm sama sehingga skalanya adalah 1 : 1.300.000 cm.

2. Menghitung Luas dengan Skala
Menghitung luas suatu wilayah lebih rumit daripada menghitung jarak dua tempat. Kenampakan suatu wilayah di peta dalam bentuk bidang datar sehingga dengan bantuan rumus mencari luas bidang datar, kalian dapat menghitung luas suatu wilayah. Untuk itu, pahami kembali rumus-rumus mencari luas bidang datar matematika. Sebagian wilayah dari suatu peta dapat dihitung dengan mudah menggunakan rumus panjang kali lebar dengan catatan jika panjang dan lebarnya sama. Namun, keadaan seperti ini tidak selalu demikian karena suatu wilayah pada peta adakalanya berbentuk tidak beraturan. Untuk itu, wilayah dibuat dalam bentuk segi empat atau bentuk lainnya kemudian hitung luasnya menggunakan rumus matematika.

*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post