Apresiasi Terhadap Seni Teater Daerah

Teater merupakan suatu karya seni yang tidak hanya memberi rasa senang bagi peminatnya, tetapi juga memberi sumbangan bagi keluhuran budi dan kematangan jiwa. Oleh karena itu, teater tidak hanya dapat dijadikan  tontonan, melainkan juga dapat  memberi tuntunan. Seni teater memiliki berbagai ragam, baik seni teater tradisional, modern, kontemporer. Masing-masing ragam mempunyai hubungan yang erat dengan konteks kehidupan masyarakat dan budaya setempat.

Di Indonesia banyak sekali terdapat teater daerah. Meskipun ada puluhan jenis teater daerah, akan tetapi secara umum mereka dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu teater keagamaan, teater istana, dan teater rakyat.

A. Mengidentifikasi Jenis-Jenis Karya Teater Daerah

Teater daerah disebut juga teater etnis karena diciptakan oleh suku bangsa untuk memenuhi keperluan mereka akan upacara, seni, dan hiburan. Di Indonesia, terdapat banyak sekali teater etnis. Di Sumatra, dapat d?umpai randai, dermuluk, mak yong, dan mendu. Di Jawa Barat, terdapat ubrug, topeng banjet, longser, sintren, manoreh, ronggeng gunung, dan topeng blantek. Sementara itu, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ada ludruk, ketoprak, jemblung, ketoprak ongkek, srandul, ande-ande lumut, dadung awuk, wayang topeng, ketek ogleng, jatilan, reog, dan wayang wong. Adapun di Pulau Bali terdapat arja, calon arang, gambuh, topeng prembon, dan cepung. Lenong, blantek, dan topeng betawi merupakan teater rakyat dari Jakarta.

Menurut Saini Kosim, dari sifat-sifatnya dan latar belakang perkembangannya teater etnis dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu teater upacara keagamaan, teater istana, dan teater rakyat.

1. Teater Upacara Keagamaan
Teater upacara keagamaan masih kuat berakar dalam fungsi ritualnya. Contoh kelompok teater ini dapat ditemukan di Bali, yaitu calon arang. Topeng Cirebon juga dapat dikelompokkan ke dalam teater upacara keagamaan.

Teater keagamaan memiliki sifat-sifat yang khas. Tempat pementasan biasanya berupa ruangan atau halaman bangunan ibadah atau tempat yang dianggap sakral melalui upacara. Meskipun terdapat batas jasmaniah antara pemain dan penonton, hubungan rohaniah antara keduanya sangatlah erat. Pemain dan penonton secara rohaniah berada di tengah-tengah kegiatan bersama, yaitu penjelasan, pemantapan, dan pengukuhan kembali nilai-nilai yang menjadi penyangga kehidupan mereka bersama. Kelompok teater ini biasanya berbicara tentang tiga dunia, yaitu dunia atas atau dunia para dewa atau leluhur, dunia manusia, dan dunia bawah atau dunia para siluman. Penyelenggara dan pemimpin pementasan sering merangkap sebagai pejabat atau pemimpin keagamaan.

Wayang kulit Jawa pada awal perkembangannya sangat bersifat keagamaan yang dipimpin oleh seorang dalang yang merangkap sebagai shaman atau dukun sebelum pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Jawa. Selain itu, penggunaan perlengkapan keagamaan, seperti genta, air suci, sesajen, dupa, dan gunungan menunjukkan eratnya hubungan teater kelompok ini dengan agama dan upacara keagamaan.

2. Teater Istana
Teater istana ialah kelompok teater etnis yang pada awalnya didukung dan dikembangkan oleh para bangsawan, baik di istana maupun kabupaten. Ciri kelompok teater ini yaitu berlakunya kesantunan dan tata krama istana atau kabupaten. Contoh teater kelompok ini adalah wayang wong, wayang kulit, dan langendriyan di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Contoh lainnya adalah gending karesmen dan wayang golek pada awal perkembangannya di Jawa Barat.

Di Bali, dikenal jenis teater istana bernama gambuh. Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-16. Bahasa yang digunakan dalam gambuh yaitu bahasa Bali kuno yang terasa sangat sukar untuk dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya pun sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau gambuh menjadi sumber dari tari-tarian Bali yang ada sekarang.

Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa.

Pementasan gambuh diiringi suling yang suaranya sangat rendah. Suling ini dimainkan dengan teknik pengaturan napas yang sangat sukar. Selain itu, dalam gamelan pengiring gambuh, yang sering disebut gamelan “pegambuhan”, suling mendapat tempat yang khusus.

Gambuh mengandung kesamaan dengan opera pada teater Barat karena unsur musik dan nyanyian mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu, para penari harus mampu menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang lanang atau disebut kendang pemimpin. Dia bertugas memberi aba-aba pada penari dan penabuh.

Teater istana memiliki kekhasan tersendiri karena mengungkapkan tata nilai kaum bangsawan. Teater kelompok ini sangat dipengaruhi oleh susila, tata krama, dan kesantunan pendukungnya. Cerita teater istana biasanya bertemakan keb?aksanaan dan kezaliman raja, keperwiraan atau kepengecutan pangeran, para ksatria, dan sebagainya.

Perlengkapan yang digunakan tentu saja alat-alat yang berhubungan erat dengan tugas hidup kasta ksatria, yaitu memerintah dan berperang. Sementara itu, cara berperan pemain cenderung dibakukan, mengikuti tata krama dan kesantunan para bangsawan.

3. Teater Rakyat
Teater rakyat merupakan kelompok teater yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat di kampung-kampung dan menyerap sifat-sifat rakyat sebagai pendukungnya. Teater rakyat memiliki ciri yang berbeda dengan teater keagamaan dan teater istana. Cerita teater rakyat biasanya diambil dari kisah yang populer di kalangan rakyat atau penggalan-penggalan dari kehidupan sehari-hari. Perlengkapan pentas dan busana yang dikenakan pemain seadanya. Gaya berperan spontan dan improvisatoris dengan banyak lawakan yang sedikit vulgar. Pementasan dilaksanakan di mana saja, di halaman rumah, lapangan, atau terminal. Dalam teater rakyat, hubungan antara pemain dan penonton sangat akrab.

Arja merupakan jenis teater tradisional dari Bali yang bersifat kerakyatan. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tarian dan nyanyian. Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur tariannya dan lebih menekankan pada nyanyiannya. Nyanyian yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengah dan Bali halus yang disusun dalam tembang macapat.

Selain arja, ada juga ketoprak. Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di daerah-daerah tersebut, ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan masyarakatnya dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya, seperti srandul dan emprak. Pada mulanya, ketoprak merupakan permainan orang-orang desa untuk menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama yang disebut gejogan.

Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memerhatikan bahasa. Bahasa yang digunakannya yaitu bahasa Jawa dengan berbagai tingkatannya. Tingkatan bahasa Jawa yang digunakan yaitu bahasa Jawa Biasa (sehari-hari), bahasa Jawa Krama (untuk yang lebih tinggi), dan bahasa Jawa Krama Inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi).

Penggunaan bahasa dalam ketoprak tidak hanya memerhatikan penggunaan tingkatan bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu, muncullah bahasa ketoprak, yakni bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesifik. Contoh teater rakyat yang lain yaitu ludruk. Ludruk merupakan teater yang bersifat kerakyatan di daerah Jawa Timur yang berasal dari Jombang. Bahasa yang digunakan dalam ludruk yaitu bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timur. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timur tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur, menjadi bahasa Jawa setempat. Alat musik yang digunakan dalam ludruk yaitu kendang, cimplung, jidor, dan gambang. Lagu-lagu (gending) yang digunakan yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, dan Junian. Ludruk dimainkan oleh pria. Bahkan, peran wanita pun dimainkan oleh pria..

B. Keunikan dan Pesan Moral Seni Teater Daerah

Meskipun memiliki beberapa perbedaan yang terlihat jelas, teater keagamaan, teater istana, dan teater rakyat memiliki persamaan, yaitu bergaya teatrikal. Artinya, baik teater keagamaan, teater istana, maupun teater rakyat tidak berusaha meniru kehidupan sehari-hari. Seakan-akan para pendukung teater etnis (daerah) berpendapat bahwa teater adalah suatu dunia yang berbeda dengan kehidupan dan tidak perlu meniru kehidupan.

Persamaan lain di antara ketiga kelompok teater daerah adalah pentingnya kedudukan musik dan tari. Berbicara tentang etnis berarti berbicara tentang musik dan tari karena keduanya telah menyatu dalam teater itu. Selain dalam musik dan tari, persamaan lain terdapat dalam pembakuan pola adegan. Susunan babak-babak dan adegan-adegan teater etnis cenderung tetap walaupun cerita yang dipentaskan berbeda-beda. Persamaan terakhir terletak pada bentuk pentas. Pada dasarnya, bentuk pentas adalah arena dan arena tapal kuda, kecuali pada jenis-jenis yang tumbuh setelah pengaruh Barat masuk pada abad ke-19.

Perbedaan dan persamaan itu dapat menjadi keunikan seni teater daerah. Misalnya, pementasan ketoprak. Teater tradisional ini memiliki keunikan dalam gaya bahasanya yang menggunakan tingkatan-tingkatan dalam bahasa Jawa. Selain itu, tingkah pemain dan sisipan yang berisi humor juga menjadi keunikan tersendiri dalam pertunjukan ketoprak.

Pesan Moral
Kesenian lahir di tengah-tengah masyarakat melalui individu (seniman). Keberadaan seni di masyarakat tidak lepas dari penciptaan yang terus-menerus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian di bidangnya. Awalnya seni adalah milik perorangan sebagai bagian pencitraan diri terhadap kebutuhan manusia di luar dirinya dalam bentuk perbuatan dan perilaku. Kemudian, bentuk perbuatan dan perilaku yang bersifat individual tersebut masuk pada masyarakat sebagai akibat dari hubungan antara individu dengan individu. Hubungan yang terus-menerus tersebut pada akhirnya melahirkan bentuk kesenian baru yang diakui oleh masyarakat luas sebagai perwujudan kehidupan sosial.

Kesenian yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat memiliki nilai keindahan dan nilai moral. Salah satu dasar keindahan dan moral adalah ketertiban. Prinsip nilai keindahan membuat orang dan masyarakat menjadi tertib dan selaras dengan pola pikir masyarakat sesuai dengan norma yang berlaku. Sementara itu, ketertiban moral berdasarkan pada hati atau batin yang selalu menanamkan budi pekerti yang baik atau selalu menanamkan kesesuaian. Pertunjukan teater sebagai bentuk kesenian tidak lepas dari kehidupan masyarakat, keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat kerap kali d?adikan inspirasi dalam berkreasi seni teater. Sebagai representasi dari keberadaan teater di masyarakat, tentunya selain memiliki fungsi sebagai wadah penyaluran berkesenian, teater memiliki fungsi sosial. Sebagai bagian dari kehidupan masyarakat, teater memiliki fungsi sebagai media ekspresi estetis dan sebagai bentuk propaganda.

a. Fungsi Media Ekspresi Estetis
Teater memiliki fungsi sebagai media atau alat untuk mengungkapkan ide-ide dan gagasan yang terjadi di masyarakat secara estetis. Sebagai media ungkap yang lebih menonjolkan ide-ide keindahan (presentasi estetis), teater akan membawa suasana kehidupan yang terjadi di masyarakat secara aktual menjadi sebuah miniatur kehidupan yang dibumbui dengan sentuhan kreatif dan terangkum menjadi tontonan kehidupan masyarakat itu sendiri.

Keterlibatan penonton dalam teater merupakan bagian terpenting bagi suksesnya sebuah pertunjukan. Hal tersebut bisa terjadi mengingat penontonlah yang akan merasakan rasa haru, benci, marah, suka, takut, atau sedih bergumul menjadi satu. Semakin sering melihat dan menonton teater atau drama, akan semakin mudah mencerna dan memahami kandungan pesan teater tersebut. Oleh sebab itu, kamu harus sering menonton pertunjukan teater, baik teater sekolah maupun umum supaya hati, rasa, dan pikiran terasah dalam menerjemahkan sebuah pertunjukan teater.

b. Fungsi Propaganda
Teater berfungsi sebagai alat propaganda merupakan bagian pertunjukan yang memadukan dua bentuk teater sekaligus. Dalam hal ini, fungsi teater sebenarnya tetap dipertahankan, tetapi disela-sela bagian pertunjukan disisipi oleh program-program tertentu. Misalnya, program pemerintah, program yayasan atau departemen yang berhubungan dengan layanan masyarakat, atau propaganda politik.

Bentuk teater ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu sesuai dengan tema tertentu pula. Misalnya, tentang sosialisasi program keluarga berencana (KB), bahaya narkoba, disiplin nasional, ataupun sosialisai hemat BBM. Bahasa serta ajakan dalam pertunjukan teater ini biasanya dirancang sedemikian rupa, agar penonton merasa tidak terpaksa atau merasa digurui oleh pemain.

c. Fungsi Pendidikan
Teater secara langsung atau tidak langsung berfungsi sebagai alat untuk mendidik masyarakat. Mendidik bukan saja tugas seorang guru, dosen, ataupun pendidik lainnya. Teater pun mampu memberikan pendidikan. Dalam hal ini, cara mendidiknya tentunya berbeda dengan seorang guru yang langsung mengajari siswa. Pada teater, biasanya pendidikan tersirat dalam pertunjukan itu sendiri, tetapi mampu menggugah hati dan perasaan penonton. Misalnya, pesan tentang perbuatan jahat akan selalu kalah oleh perbuatan baik, kebaikan akan membawa pada kehidupan yang indah, keburukan akan membawa kepada kekacauan dan kehancuran, sikap saling menolong akan mempererat tali persaudaraan antarsesama, dan lain sebagainya.

*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post